Di era
1990’an - sampai medio 2000’an, era gadget belum se-booming saat ini, bahkan barang tersebut masih merupakan sebuah
barang yang sangat mewah. Pergaulan anak-anak di desa masih berkutat dengan
permainan-permainan tradisional sebagai ajang sosialisasi dan interaksi, baik
di lingkungan sekolah atau pun dirumah. Memanfaatkan waktu istirahat sekolah,
anak-anak SD memainkan permainan tradisional seperti maengkeb-engkeban, magala-galaan, magoak-goakan, macapatan, matembing dan
lain-lain. Sepulang sekolah, aktifitas tersebut akan dilakukan kembali bersama
teman-teman sepermainan di lingkungan sekitar. Dengan lingkungan dan situasi
yang sama permainan tradisional tidak pernah membosankan, karena berbagai jenis
yang dimainkan dengan pola yang berbeda-beda. Kita kadang tidak memperhatikan
bagaimana permainan tradisional itu diwariskan, dengan pola pergaulan sebaya seketika saja permainan tradisional
tersebut diperkenalkan. Secara tidak sadar pula, permainan tradisional
merupakan sebuah pembelajaran, karena di dalamnya terdapat aturan-aturan yang
khas dan harus diikuti disetiap permainan.
Kurniati (dalam Haerani, 2013) menyebutkan bahwa permainan anak tradisional dapat mestimulasi anak dalam mengembangkan kerjasama, membantu anak menyesuaikan diri, saling berinteraksi secara positif, dapat mengkondisikan anak dalam mengontrol diri, mengembangkan sikap empati terhadap teman, menaati aturan, serta menghargai orang lain. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa permainan tradisional dapat memberikan dampak yang sangat baik dalam membantu mengembangkan keterampilan emosi dan sosial anak. Bagi anak, bermain merupakan tempat pelarian yang nyaman dan tempat mereka
mengontrol dunia mereka, pikiran, perasaan anak dapat dipahami dengan baik dan
tercipta konteks yang aman untuk perkembangan emosi mereka. Secara tidak
langsung permainan tradisional merupakan salah satu rekreasi atau hiburan bagi
yang memainkannya. Dan segi emosional, dengan bermain dapat menumbuhkan rasa
senang serta bebas. Pada akhirnya kegembiraan anak - anak dalam bermain akan
mempengaruhi pula bagi tumbuh kembangnya kepribadian serta mental anak.
Salah
satu permainan tradisional Bali yang menarik adalah permainan matembing. Matembing
berasal dari kata tembing, yang
berarti “bibir/pinggir”, mendapat awal ma- yang berarti melakukan sesuatu
perbuatan, sehingga matembing berarti
sebuah permainan dengan uang kepeng yang dilemparkan pada salah satu sasaran. Permainan matembing merupakan permainan tradisional Bali yang dilakukan oleh
2-5 orang. adapun peralatan yang diperlukan antara lain, koin (uang kepeng,
uang logam dan sejenisnya) dan bengol. Permainan
dilakukan dengan cara membuat
lubang dangkal di tanah dengan kedalaman 1cm dan diameter 1,5 – 2 cm yang
dibuat dengan memutarkan uang logam di tanah. Masing-masing pemain akan
mengeluarkan koin, kemudian koin-koin tersebut dilemparkan ke dalam lubang oleh
pemain yang mendapat giliran yang ditentukan dengan kesepatakan. Apabila ada koin yang
masuk kedalam lubang, koin tersebut boleh diambil oleh pemain yang
bersangkutan. Selanjutnya pemain lain akan memberitahu kepada pemain pertama
untuk membidik sasaran salah satu koin yang tercecer. Apabila bidikannya tepat,
maka semua koin berhak diambil oleh pemain pertama dan demikian seterusnya.
Tetapi apabila bidikannya justru mengenai sasaran lain, maka pemain yang
membidik tersebut akan mengeluarkan koin lagi sebagai denda. Jarak antara
lubang dengan posisi pemain yang melempar koin kurang lebih 3 meter yang
dibatasi dengan garis.
Jika dicermati, permainan matembing ini
merupakan sebuah permainan tradisional yang mempunyai implikasi sangat bagus
dalam membentuk karakter kemandirian anak, di mana anak akan dilatih untuk
menciptakan peluang dan memanfaatkan peluang yang ada untuk memperoleh hasil.
Koin melambangkan hasil, karena koin tersebut merupakan hal yang akan
diperebutkan dalam permainan tersebut. Kekalahan dan kemenangan dalam permainan
matembing terlihat dari berapa banyak koin yang bisa dikumpulkan. Bengol merupakan alat pembidik, bengol melambangkan skil dan ketangkasan
yang digunakan untuk membidik setiap peluang sehingga mendapatkan hasil. Lubang
melambangkan ruang dan kesempatan untuk meraih peluang, lubang yang sedemikian
kecil akan mampu menghasilkan sesuatu yang besar jika dimanfaatkan dengan baik
sesuai dengan kesempatan yang ada.
Dengan filosofi tersebut, kegiatan matembing
dapat dijadikan sebagai sarana untuk membentuk karakter generasi muda Bali yang
tangguh dalam memanfaatkan setiap peluang dan tantangan yang ada untuk menjadi
peluang emas, sehingga akan memumbuhkan mental yang kuat dalam menghadapi segala tantangan hidup.
Seperti model permainan tradisional kebanyakan, aturan-aturan yang ada dalam
matembing, dapat menjadi pedoman untuk menciptakan mental siap menang dan siap
kalah dalam sebuah kompetisi yang dilandasi dengan kedisiplinan dan kejujuran
dalam setiap lajurnya. Implikasi yang lebih nyata dari permainan matembing ini,
dapat kita lihat dalam dunia usaha. Koin yang dikeluarkan oleh setiap pemain
adalah modal dalam sebuah usaha, dengan alat, ketangkasan dan skil yang mumpuni
kita dituntut untuk bersaing secara sehat untuk membidik setiap peluang yang
ada, sehingga akan menghasilkan untuk kelangsungan hidup. Kesalahan dalam memanfaatkan
peluang dan membidik sasaran menyebabkan kita akan merugi, sehingga akan
mengeluarkan modal tambahan sebagai konsekuensinya.
Pola permainan matembing
lebih mengedepankan pola permainan individual, pola persaingan dan bagaimana
untuk memperberat jalan lawan. Dalam implikasi positif, pola tersebut
memberikan gambaran bahwa sebagai individu, manusia harus mampu berjuang
sendiri dalam setiap tantangan yang dihadapi. Itulah pentingnya kita untuk
selalu mengasah kemampuan dalam bidang yang kita geluti, sehingga mampu menjadi
professional. Sedangkan Implikasi negatifnya adalah kurangnya nilai kerjasama
dalam permainan ini, ibaratnya sebuah kompetisi, semua harus dikerjakan
sendiri, lawan tetaplah lawan dan merupakan orang yang harus dikalahkan. Selain
itu jika diexplorasi secara berlebihan, implikasi negatif lainnya dari
permainan ini adalah dapat dijadikan sebagai ajang berjudi, karena koin yang
digunakan adalah koin uang yang menjadi taruhan.
Terlepas dari semua itu, matembing tetaplah
sebuah permainan yang sangat menyenangkan, menantang, dan sangat seru dengan
berbagai nilai-nilai positif yang bisa dihasilkan dari permainan tersebut.
Semoga permainan ini dapat dilestarikan atau mungkin dapat dikemas untuk
menjadi sebuah permainan rekreasi yang bisa dikompetisikan secara resmi.
Daftar Bacaan
Nur, Haerani. 2013. Membangun Karakter Anak Melalui Permainan Anak Tradisional. Jurnal
Pendidikan Karakter 1
Tim Penyusun. 2017. Kamus Bali - Indonesia Beraksara Latin dan Bali. Denpasar: Dinas
Kebudayaan Provinsi Bali
Link Permainan Matembing:
https://www.youtube.com/watch?v=vR-yJ_wSoyA&t=7s
Daftar Bacaan
Nur, Haerani. 2013. Membangun Karakter Anak Melalui Permainan Anak Tradisional. Jurnal
Pendidikan Karakter 1
Tim Penyusun. 2017. Kamus Bali - Indonesia Beraksara Latin dan Bali. Denpasar: Dinas
Kebudayaan Provinsi Bali
Link Permainan Matembing:
https://www.youtube.com/watch?v=vR-yJ_wSoyA&t=7s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar