Jumat, 25 Mei 2012

Sedikit tentang wariga


Wariga merupakan ilmu perbintangan Hindu yang mempunyai fungsi begitu besar dalam menentukan setiap tata prilaku masyarakat, khususnya masyarakat Hindu. Wariga pada dasarnya bersumber dari ajaran jyotisa tergolong kelompok wedhangga yang merupakan pelengkap wedha, dan sebagai batang tubuh dari wedha, yang isinya membahas tentang peredaran tata surya, bulan, bintang, dan benda-benda langit lainnya, yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan ini dalam melaksanakan upcara/yadnya. Menurut Keniten  (2004 : 1-2) dalam lontar wariga Gemet , kata wariga disebutkan berasal dari suku kata wa, ri dan ga. Wa berarti sinar, apadang dan terang. Ri  berarti tungtung, ujung, puncak dan ga berarti raga, sarira, badan. Jadi wariga berarti, sesuatu untuk dapat mencari sinar suci yang ada dalam diri, atau untuk mencapai Sang Hyang Widhi. Selain itu ada pula yang mengatakan wariga berasal dari kata wara yang berarti hari, dina, raina dan kata iga yang berarti itu, jadi wariga diartikan sebagai suatu ilmu yang menguraikan tentang hari-hari yang baik dan hari-hari yang buruk untuk melaksanakan suatu yadnya, upacara atau suatu pekerjaan. Hal ini disebut juga dengan Ala – ayuning Dewasa.
Lebih lanjut Keniten menyatakan wariga berfungsi untuk menuntun umat Hindu untuk mempergunakan waktu dengan sebaik-sebaiknya. Hampir seluruh kegiatan dipengaruhi oleh waktu. Semua kegiatan pekerjaan, upacara, yadnya tiada lepas dari wariga padewasan, waktu atau dauh. Di Bali beberapa lontar yang memuat tentang wariga antara lain ; Dharma Sastra, Surya Sidhanta, Swa Mandala, Pustaka Raja Purwa, Galagah Puhun, Sundhari Ghama dan sebagainya (2004 : 3-5).  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar