Sabtu, 15 September 2012

AIR, BUKAN BANJIR

kering...
garis retak membelah tanah..
rumput nyaris hilang..
yang bertahan tampak pucat..
sang surya sangat berbinar..
langit tersenyum lebar..
seakan bahagia..
melihat ranting melambai-lambai..
tapi bukan menari..
namun mencari..
setitik untuk sanubari..
awan bersembunyi..
angin sepintas lalu..
seakan telah paham..
namun hanya bungkam..
si tua menggendong cangkul..
air matanya terus mengalir..
memohon untuk pertiwi..
limpahkan..
limpahkan secuil air..
tapi bukan banjir..
anak cucu kami menelan ludah..
cukupkan..
sudah..
cukup..

Senin, 30 Juli 2012

JANJI ATAU PUJIAN

ingat aku akan sebuah kata..
entah itu janji atau pujian,,
yang ku tangkap hanya sebuah hembusan..
maknanya entah dimana..
bagai angin..
berlalu tiada tahu,,
pijakannya melayang..
kencang kadang pelan..
pelan kadang hilang..
tak kembali meskipun sunyi..
tiba-tiba datang dan bernyayi..
berbagi jua sebuah kata..
entah janji atau pujian..
aku pun tak mengerti..
tak mengerti..
sampai angin membawanya kembali..
bernyayi..
berjanji..
memuji..
dan akhirnya kembali lagi..

Kamis, 26 Juli 2012

WANITA KOLONG JEMBATAN

ramai..
lalu lalang kendaraan tak terhalang...
sepeda motor sampai bis kota melintas diatasnya..
sepintas lalu tampaklah megah..
sebuah jembatan bertuan baja..
tali temali mengikat kuat..
namun...
yg berbeda ketika memandang ke sudut beda..
di bawahnya..
sesosok wanita tua berjalan renta..
memikul beban di pundak bagai terinjak..
pakaian lusuh menjelang keruh..
kilauan pasir terkadang melekat di wajahnya yg kusam..
pasir...
itulah hidupnya..
makan minum dari pasir..
terlentang bebas di atas pasir..
namun dia tak ingin menjadi pasir..
sebelum tuhan menyatukannya dengan pasir...

Rabu, 25 Juli 2012

GADIS TIKUNGAN JALAN

tampak senyum manis seorang gadis..
lalu lalang kendaraann tak menghalangi bibir tipisnya untuk tersenyum...
tangan halusnya tak berhenti mengulur...
rupiah dan barang mengalir rapi..
layaknya keringat membasahi rambutnya yang terurai lurus..
seakan tak peduli..
banyak sorot mata yang memandang..
aku yang melintas bebas..
tak pernah lepas memandangnya..
seaakan menjadi sarapan..
setiap pagi wajah itu mengiringiku memulai segalanya..
tanpa sengaja semua  itu hanyalah sebuah kebetulan..
gadis itu..
yang membuatku ingin membelokkan hati..
layaknya aku membelokkan kendaraanku..
hati-hati..
gadis itu punya hati..

Jumat, 20 Juli 2012

AKU SESOSOK DEBU

aku mencoba mengikuti..
tapi langkahku tak mampu mengejar..
aku sadar..dan harus menyadarkan diri..
sesungguhnya aku mencari diriku..
aku kehilangan diriku...
kehilangan semua..
bukan mencari yang kalian cari..
kalian bukan aku...
aku ingin menjadi aku...
aku yang tumbuh dari kumpulan debu..
yang tak ingin menodai kalian..
kembali..
kembalikan diriku..
kembalikan jiwaku..
jangan kau rampas...
biarkan debu ini terbang bebas...

Rabu, 13 Juni 2012

Timpal



 
Patemone ngadakang..
Pasawitrane dadi kembang..
Sagilik saguluk pada gelahang..
Suka duka pada jalanang..
Kewala elingang..
Matimpal apang tunggal..
Twara dadi saling silib..
Satmaka idup..
Makejang saling isinin..

Selasa, 05 Juni 2012

SATUA SANG MUUN LAN SANG LANJANA





Rikala jatmane tedun magae ring carik, irika paksine mapupul ngwilang teda ageng alit pada asritingkah ipune. Kaget wenten paksi saking delod segara paksi mun wastan ipune, sareng ngawilang tetadaan ring carike punika, krura ageng ipune. Paksi sane lianan nenten purun nesek antuk ageng ipune, samaliha antuk galak ipune, asing parek ulah ipun ngantos miang saananing paksi muun sareng irika mangremon.
Kabaos pun paksi Lanjana, rikala ipun ngindang ring awan, kagaok ngenot timgkah I Paksi Muun punika, sarwi mataken sang lanjana, “ Heh ne jro uli dija, tumben tepuk tiang dini bareng ngalih teda, buina liwat degag tingkah jerone “.
Masaut Sang Muun, “ Ah mapi – mapi iba tuara nawang degag tingkah ibane teken kai, ne tui ratuning paksi uli delod pasih “.
Nimbal Sang Lanjana, “ Tuin iba dadi ratu, kai tuara samang mratu teken iba, buina kai tonden taen kalah baan iba,tuin iba gede, bacin ibane tuara gadenan teken bacin kai, tuin iba makapid lumbang tusing edalem kai yen matepuk makeber “.
Sang Muun jengah ring dewek kasapunikaang raris masaut Sang Muun, “ Bobab mokak iba sesaman kedis kapecit nagih nglahang kai, ukudan iba makejang tuah lamun bacin ibane “.
Sang Muun raris meju, satsat kadi taluh bebek ageng bacin ipune. Sang Lanjana karag kirig raris makecos ningkrik duur bacin kebone, sambilange ipun mamunyi. Pamunyin Sang Lanjana, “ Heh Sang Muun, nene iwasin bacin kaine !“.Sang Muun ipun bengong ngiwasin bacin Sang Lanjana tur mrasa kaon. Masaut malih Sang Muun, “ nah jani kai kalah gedenan bacin ibane, indaang jalan jani mategeh – tegehan makeber “.
Nimbal Sang Lanjana, “ Nah jalan, mai tutug kai !” Ngraris ipun Sang Lanjana ngrihinin makeber. Sang Muun ngetut pakeber ipun Saang Lanjana, disampune tampek gelis Sang Lanjana menceg ring tendas Sang Muun sambilanga nyokcok tendas ipun sang Muun.Sang Muun ipun tan wenten ajin maliha tan mrasa tendasipune ka inggapin antuk Sang Lanjana, santukan Sang Lanjana ipun Paksi alit.

Sampun tegeh ring awan, Sang Muun raris makaukan, dingeh ipun munyin Sang Lanjana kantun ba duur, age tingkah Sang Muun ngamunggahang ngntos sawat ring bioma mrasa tendas ipun ngahngah, maliha tan sida antuk ipun malih ngamunggahang, raris ipun makaukan. Pamunyin Sang Muun’ “ Heh Sang Lanjana, awake jani mrasa kalah, tong sida baan nutugcai, buina tendas kaine ngahngah bas tegehe kai makeber, jalan jani pada tuun !”.
Ngraris Sang Muun nedunang miwah sang Lanjana ngicegang nyokcok tendas ipun ngantos maklupakan kulit tendasipune.
Di sampune andap, Sang Lanjana gelis makecos ring angkasane masangkliban. Sang Muun kasakitan naanamg kulit tendas ipune maklupakan.

Wacana Berdasarkan Bentuk


          Dalam mengalisis suatu wacana, perlu diketahui dahulu jenis wacana yang dihadapi. Pemahaman ini sangat penting agar proses pengkajian, pendekatan, dan teknik-teknik analisisnya tidak keliru. Berikut ini jenis-jenis wacana berdasarkan klasifikasi bentuk yang terdiri dari wacana naratif, wacana prosedural, wacana ekspositori, wacana Hortatori, wacana Dramatik, wacana Epistoleri dan wacana Seremonial
1.         Wacana Naratif
        Bentuk wacana naratif  banyak dipergunakan untuk menceritakan suatu kisah dengan uraian yang cenderung ringkas. Bagian-bagian yang dianggap penting sering diberi tekanan atau diulang. Bentuk wacana naratif umumnya dimulai dengan alenia pembuka, isi dan diakhiri oleh alenia penutup
2.         Wacana Prosedural
        Wacana procedural digunakan untuk memberikan petunjuk, atau keterangan bagaimana sesuatu harus dilaksanakan. Oleh karena itu, kalimat-kalimatnya berisi persyaratan atau aturan agar tujuan kegiatan tertentu itu berhasil dengan baik.
3.         Wacana Ekspositori
        Wacana Ekspositori merupakan wacana yang bersifat menjelaskan sesuatu secara informatif. Bahasa yang digunakan cenderung denotative dan rasional.
4.         Wacana Hortatori
        Bentuk wacana  hortatori  digunakan untuk mempengaruhi pendengar atau pembaca agar tertarik terhadap pendapat yang dikemukakan. Sifatnya persuasive. Tujuannya ialah mencari pengikut/penganut agar bersedia melakukan, atau paling tidak, menyetujui.
5.         Wacana Dramatik
        Wacana dramatik adalah bentuk wacana yang berisi percakapan antar penutur. Sedapat mungkin menghindari atau meminimalkan sifat narasi di dalamnya.
6.         Wacana Epistoleri
        Wacana ini biasa dipergunakan dalam kegiatan surat menyurat. Pada umumnya memiliki bentuk dan sistem tertentu yang sudah menjadi kebiasaan atau aturan
7.         Wacana Seremonial
        Bentuk wacana ini digunakan dalam kesempatan seremonial (upacara). Karena erat kaitannya dengan konteks situasi dan kondisi yang terjadi dalam seremoni, maka wacana ini tidak digunakan di sembarang waktu.

SUMBER :
Mulyana. 2005. Kajian Wacana. Teori, Metode & Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana. Yogyakarka : Tiara Wacana.

Kamis, 31 Mei 2012

Sekilas Tentang Semantik


Semantik berasal dari bahasa Inggris Semantics dari bahasa Yunani sema (nomina) ‘tanda’ : atau dari verba samaino ‘menandai’, ‘berarti’. Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna. Semantik merupakan bagian dari tiga tataran bahasa yang meliputi fonologi, tata bahasa (morfologi – sintaksis) dan semantik
Istilah semantik baru muncul pertama sejak tahun 1894 melalui istilah American Philological Associatiaon balam sebuah artikel yang berjudul Reflected meaning. Sejarah mengenai semantik dapat dibaca dalam artikel “An Account of the Word Semantics (Word, No. 4 th.1984:78-9). Menurut Breal semantik masih sebagai ilmu murni historis (historis semantic). Historis semantik ini cenderung mempelajari semantik yang berhubungan dengan unsur-unsur luar bahasa.
Reisig (1825) sebagai salah seorang ahli klasik mengungkapkan konsep baru tentang grammar (tata bahasa) yang meliputi tiga unsur utama, yakni etimologi, studi asal-usul kata sehubungan dengan perubahan bentuk maupun makna dan ilmu tanda (makna). Berdasarkan pemikiran Reisig tersebut maka perkembangan semantik dapat dibagi dalam tiga masa pertumbuhan, yakni :
1.      Masa pertama, yang ,merupakan underground period.
2.      Masa kedua, semantik sebagai ilmu murni historis.
3.      Masa perkembangan ketiga, ditandai dengan munnculnya karya filolog swedia Gustaf stern dengan melakukan kajian makna secara empiris dengan bertolak dari satu bahasa (inggris).
Semantik baru dinyatakan sebagai ilmu makna pada tahun 1990 dengan munculnya Essai de Semantique dari Breal. Selain itu, yang juga sangat menentukan arah perkembangan Linguistik berikutnya adalah Ferdinand de Saussure yang berpandangan bahwa bahasa merupakan satu system yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan.Pada tahun 1923 muncul buku The Maining of Meaning karya Ogden & Richards, yang menekankan tiga unsur dasar, yakni pikiran (unsur yang menghadirkan makna), referent (memiliki hubungan yang signifikan dengan makna), simbol (tidak memiliki hubungan langsung dengan referent).
Ada bermacam-macam istilah semantik, antara lain, signifik, semasiologi, semologi, semiotic, semmemik, dan semik. Menurut Lehher, semantik merupakan ilmu yang sangat luas, karena di dalamnya melibatkan unsure-unsur struktur dan fungsi bahasa yang berkaitan erat dengan psikologi, filsafat, antropologi dan sosiologi. Antropologi digunakan dalam analisis makna dalam budaya masyarakat pemakai suatu bahasa, filsafat digunakan untuk menjelaskan makna secara filosofis, psikologi bermanfaat karena adanya gejala kejiwaan yang ditampilkan manusia baik secara verbal ataupun non verbal, dan sosiologi digunakan untuk melihat hal-hal berupa ungkapan atau ekspresi tertentu yang dapat menandai kelompok sosial atau identitas sosial.
·         Ruang Lingkup Semantik
Ruang lingkup semantik berkisar pada hubungan ilmu makna itu sendiri di dalam linguistik, meskipun faktor nonlinguistik ikut berpengaruh sebagai fungsi bahasa yang nonsimbolik. Semantik merupakan studi suatu pembeda bahasa dengan hubungan proses mental atau simbolisme dalam aktifitas bicara. Menurut Sommefelt bahasa merupakan hal yang prinsip dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah suatu system yang harus dipelajari seseorang, dari orang lain yang menjadi penutur suatu bahasa. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa objek dari semantic adalah makna. Makna dapat dianalisis melalui tataran bahasa berupa fonologi, morfologi dan sintaksis. Dalam fonologi dapat membedakan makna melalui pasangan minimal. Makna dapat pula diteliti melalui fungsi hubungan antar unsur. Dengan demikian maka akan dikenal adanya makna leksikal dan makna gramatikal, sehingga ruang lingkup semantik meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, wacana dan bahkan teks.

·         Istilah makna
Makna merupakan pertautan yang ada di antara unsure-unsur suatu bahasa (terutama kata-kata). Menurut Palmer makna hanya menyangkut intrabahasa sedangkan menurut Lyons mengkaji makna suatu kata ialah memahami kajian kata tersebut yang berkenaan dengan hubungan-hubungan makna yang membuat kata tersebut berbeda dari kata-kata lainnya. Dalam hal  isi komunikasi ini menyangkut makna leksikal dari kata-kata itu sendiri. Makna mempunyai tiga tingkat keberadaan, yakni :
1.      Pertama, makna menjadi isi dari suatu bentuk kebahasaan.
2.      Kedua, makna menjadi isi dari suatu kebahasaan.
3.      Ketiga, makna menjadi isi komunikasi yang mampu membuahkan informasi tertentu.
Sehubungan dengan tiga tingkat keberadaan makna, samsuri mengungkapkan adanya garis hubungan antara makna, ungkapan dan kembali ke makna.
Pada hakekatnya mempelajari makna berarti mempelajari bagaimana setiap pemakai bahasa saling mengerti. Makna sebuah kalimat sering tidak tergantung pada system gramatikal dan leksikal saja, tetapi  tergantung pada kaidah wacana. Makna sebuah kalimat yang baik pilihan katanya dan susunan gramatikalnya sering tidak dapat dipahami tanpa memperhatikan hubungannya dengan kalimat lain dalam sebuah wacana.Selain itu, dalam suatu bahasa faktor ekstralinguistik (sosial) dapat mempengaruhi dalam penentuan makna kalimat, contohnya dalam bahasa Sunda dan Jawa. Masalah ini termasuk sosiolinguistik bukan masalah leksikal. Filosof dan Linguis mencoba menjelaskan tiga hal yang berhubungan degan makna, yakni :
1.      Makna kata secara alamiah
2.      Mendeskripsikan makna kalimat secara alamiah
3.      Menjelasakan proses komunikasi.
Suatu kata akan mempunyai makna yang beragam bila dihubungkan dengan makna lain. Hal tersebut mengakibatkan suatu kata A bila dihubungkan dengan kata B akan memiliki jenis hubungan yang berbeda bila A dihubungkan dengan C.


Rabu, 30 Mei 2012

Satua Bali : Sang Jogor Manik Mamidanda Watek Atmane


SANG JOGOR MANIK MAMIDANDA WATEK ATMANE

Tan kacrita pamargan Sang Bima maideran ngruruh atman Sang Pandune, sane mangkin kacrita Sang Jogor Manik sedekan katangkilin olih Sang Suratma, Sang Wikrama miwah Sang Utpata. Sami panyingakanidane ageng-ageng ngencorong tur pra­rainidane barak nyejehin.
Sang Jogor Manik ngandika, "lh, Dewa Sang Surat­ma, Sang Wikrama miwah Sang Utpata! Kenkenang baan ngitungang sawireh atmane liu teka tusing pape­gatan, panyatakan, panyiuan kanti bek Tegal Panang­sarane?"
Sang Wikrama miwah Sang Utpata matur, "Inggih Ratu Dewa Prabu! Manah titiang becikan sami watek atmane bakta ring kawah genine. Yan nenten ipun ngi­ringang durusang tigtig tur oros pulang ring kawah genine." Sang Suratma taler matutang atur Sang Wi­krama miwah Sang Utpata sapunika.
Sang Jogor Manik ngandika, "Dewa Sang Wikrama, Sang Utpata muah Sang Suratma kema I Dewa ka alase orahin watek cikra balane mai, ka Yamaniloka lakar tunden manira nigtig watek atmane!"
Sang kapandikayang di gelis mamargi ngungsi alas gunung. Sasampune rauh ring alase raris munggah utusan Sang Jogor Manike ring taru bingine tumuli ngatag watek cikra balane mangda di gelis ka Yama­niloka ngojog Tegal Penangsaran. Watek cikra bala­ne gegelisan mamargi ngiringang sapituduh putusan Sang Jogor Manike. Watek cikra balane punika mi­nakadi Buta Renteng, Buta Gagakjering, Buta Atis, Buta Dudus, Buta Jerang, Buta Kadompang, Buta Preta, Buta Wiraksa, Buta Bang, Buta Rere, Buta Angkutakut, Buta Reregek, Buta Molah, Buta Wilis, Buta Rare, Buta Ireng, Buta Mrengut, Buta Sarang, Buta Gegeteh, Buta Siu, Buta Anarung, Banaspati, Anjaanja, Buta Gagaksona, Buta Roga, Buta Wikal­pa, Paksi Raja, Buta Sasimbar, Buta Traktak miwah Buta Bungbung. Celeng alasan taler nyarengin luas ka Tegal Penangsaran. Sampun rauh ring Tegal Pe­nangsaraii sami girang manahipune, nenten madue manah kapiolasan ngeton watek atmane sedih. Wenten sane nyumbah, wenten sane ngeling sinambi masesam­batan, wenten taler sane misuhin. Watek cikra balane sahasa nigtig tur nguber atmane, sane ngalerang, nge­lodang, nganginang miwah ngauhang. Paksi agunge taler ngepung asing kenianga kacotot-cotot matannya­ne. Celenge capluk-capluk saha ngepung, punika nga­winang atmane ajerih tur malaib pati purug mawastu maclempung ulung ring kawahe.
Watek cikra balane raris ngucap, "ih watek atma taanang larane di Yamaniloka. Kaden aluh ngalih suargan? Anak keweh dadi manusa. Lamun makita ra­hayu daging tuture resepang. Yan suba aketo lakar mentik kenehe suci nirmala. Kramaning tumbuh dadi manusa angga sarirane patut bresihin, eda mesuang munyi pati kacuh. Buine eda pesan laksanane ngae ge­deg keneh anak len. Sapari seloan kramane patut tuut­ang, eda iri teken nyama braya. Tusing dadi nemah mamisuh rerama, dosane kutus tiban kalebok di kawahe." Atmane akeh, sami makumpul-kumpul wenten ngeling nyelsel raga, wenten masesambatan manulame meme bapa. Tan dumade rauh gajah miwah jaran sahasa ngu­ber watek atmane. Malih wenten paksi agung rauh nyanderin mawastu watek atmane malaib pati purug­purugin ngantos sengal-sengal angkihanipune.            , Watek cikra balane masaur, "Ih, watek atmane makejang! Mai laku dini ngetis di batan punyan curi­gane!" Atmane sami girang padrutdut pacang masa­yuban ring sor taru curiga punika. Sasampune Hang manahnyane membon raris kagejor tarune punika ma­wastu daunnyane aas pacruduk. Daun tarn punika ma­rupa kadutan nepen atmane sane sedekan membon ring sornyane.
Sang Buta Siu ngandika, "Ih, watek atma! Yen jejeh ditu, ingong nulungin. Mai enggalin!" Sang atma alon­alon mamargi ring ajeng Sang Buta Siune saantukan ajerih manahipune malih kaiwangang.
Buta Siu ngandika, "Ih, watek atma! Mai dini negak di selagan batune masepak. Dini tis melah tongos mem­bon!"
Sang Buta Sin ngucap, "Ih batu, cakupang ibane!" Mawastu engep batu punika pamuputne sami atmane sane negak ring selagan batune majepit mapuara ma­lodlod matannyane. Sami aduh-aduh sambilanga ma­sesambatan pati jlamut, limannyane pati grape naan­ang sakit.


Sang Buta Sin malih ngucap, "Ih, atma! Dumadak siu taun makelonne majepit dini sawireh setata mialangin tetujon timpal!"
Buta Simbar ngucap alus, "Uduh watek atma yan saja dot ngungsi suarga ingong misadia ngajak. Mai dini laku, titine ene tuut!"
Atmane raris nuut titi, wau matolihan tedun kandugi ngetor batisipune saantukan kakantenang ring sor titi punika wenten geni ageng ngabar-abar. Sunggane pa­cranggah lanying-lanying pisan. Wau atmane neked di masatengahan tan dumade titine kauntit pamuputne atmane ulung ka genine. Sami pajerit duuh-duuh. Sang Buta Simbar ngucap, "Ih atma, kutus tahun ma­kelon ibane nandang sengsara dini sawireh demen me­mati-mati di mrecapada." Wenten atma setata ngu­lurin keneh angkara, punika katiwakin danda kabed-­bed, kategul kalih taun ring punyan kepuhe ageng. Atman jadmane sane demen magegurah ka umah anake, katigtig kasuled awakipune olih Sang Buta Dudus. Usan punika raris kapulang ka kawah genine, suennyane petang taun irika. Wenten malih atman anak mayus rauh, gelis kasakitin tigang taun suen­ipune nandang sengsara. Yan sampun liwat saking sengkere malih numadi ring kadangnyane dados jadma berag tigrig. Ipun kasakitin olih I Buta Renteng. Wen­ten malih atma wau rauh raris katakenin indik pang­laksanannya sakantune ring madiapada. Atma puni­ka nguningang dewek ipune sering pedih ngantos mugpug ring paumahannyane. Atma punika raris ka­setset, kacahcah awaknyane olih Buta Jering mawastu dekdek remuk, tur kapastu mangda ataun suennya nandang lara. Yan sampun liwat ring sengkere mangda numadi malih. Wenten atma rauh sebengnyane sakadi nenten madue dosa. Atma punika negak nylempoh nga­turang sembah.
Sang Jogor Manik ngandika, "Uduh, atma muani te­ka! Kenken jalarane awanan mati? Enggalang orahang teken ingong!"
Atma punika matur, "Padem titiange malarapan sakit nenten sida antuk nambanin. Karyan titiange dados tukang rancab ngamademang jadma asing-asing sane kanikayang olih sang prabu. Titiang nenten malih mratiaksayang iwang patutipun."
Sang Jogor Manik mataken, "Ih, atma! Suba pepes malukat teken ida sang pandita? Gede pesan pelihe ane lakar trima. Dumadak ulung dasa tiban nemu sengsara di kawahe, kasengsarain olih Buta Kadompo." Malih wenten atma muani rauh. Sang Jogor Manik ngandika, "Ih, atma muani! Suba taen cai ngaturang dana punia? Suba taen nglaksana­yang yadnya, ngaturang odalan, makiis, nyanggar ta­wang? Suba taen nglaksanayang pitra yadnya, buta yadnya? Yan suba taen macihna cai nawang tutur. Eda bas sanget mripitang artabrana. Yaning ngelah gae un­dang nyama brayane."
Sang atma matur nguningaang ipun durung naenin nglaksanayang upacara panca yadnya. Sang Jogor Manik malih ngandika,"Ih, atma! Nirdon pesan cai tusing nawang tutur. Tusing pesan nawang beneh pelih. Anake sugih ngelah emas pipis apanga ada duma teken cucu buyutoe. Yan pepineh anake luih, mu­nyi muah laksanane setata nganutin isin agama. Yan jadmane belog kenehne momo, laksanane setata pripit tusing bani makidihang apang tusing telah arta branan­nyane. Jani ngong midanda. Dumadak cai kalebok di kawahe makelonne duang tiban. Suba pragat sengker­ne, cai buin numitis dadi jadma berag aking. Panebus­ne patut ngaturang caru teken I Buta Preta. Dewa Sang Suratma tulis pamastun ingonge!" Usan nganika­yang nyurat malih wenten atma rauh. Atma punika atman anak luh.
Sang Jogor Manik ngandika, "Uduh atman anak luh, kenken krananne mati muah apa wisayane di madia­pada.
Sang atma matur, "Singgih Ratu, padem titiange sang­kaning kasedihan mangenang pianak titiange padem kantun alit-alit. Titiang madrebe pianak kalih dasa, maka sami padem, asiki nenten kantun."
Sang Jogor Manik ngandika, "Adi, Sang Suratma! Enggalin jemak gadane ento!"
Sang Suratma mamargi tur gelis mawali saha makta gada tumuli ngandika, "Ih, atma! Jemak gadane en­to!" Atmane nenten mrasidayang makta gada punika saantukan baat. Kabatek antuk jejeh manahipune, ipun nenten purun tulak raris ngangsehang makta gada pu­nika. Angkihannyane ngangsur paningalanipune pepe­tengan pamuputne bah nylempoh. Sang Buta Nerit ngwastonin atma punika mangda nandang sengsara ring kawahe sia taun. Yan sampun puput sengkere pu­nika malih numadi ring panyamananipune dados jadma luh jegeg. Para truna-trunane akeh sane ngedotang, mawastu ngadakang rebat, pamuputnya anake luh pu­nika kapademang ring setra Gandamayune.
Sang Jogor Manik malih nyingak atman anak luh pa­marginnyane gegelisan tumuli raris katakenin, "Uduh, atman anak luh! Apa geginan nyaine di madiapada? Apa maka jalaran nyaine mati?"
Atmane punika matur, "Ratu Betara, padem titiange sangkaning nandang gering. Geginan titiange ngleak, nesti miwah neluh nerangjana. Titiang sampun ma­demang jadma limangatus. Kasaktian punika gumanti pican Ida Dewi Durga."
Sang Jogor Manik ngandika, "Dumadak nyai tan pa­awak masengker kutus tiban, dadi uled siu tiban, muah dadi jlati kalung satak tiban. Yaning tingkah nyaine enu corah lantas dadi sarwa ane ngenitin di gumine."
Malih rauh atman anak lanang. Atma punika kacingak antuk Sang Jogor Manik tumuli katakenin, "Ih atma, apa jalaran caine mati. Apa wisayan cai­ne dugas caine enu idup?"
Atmane raris matur, "Padem titiange sangkaning ka­bencanen olih anak luh jegeg. Mungguing geginan ti­tiange sarahina maboros miwah mapikat."
Sang Jogor Manik nyaurin, "Uduh atma, laksanan caine corah, setata ngamatiang buron. Ngong matakon ping kuda suba cai malukpt nglebur dosan caine? Buka atur caine tusing taen malukat ento maciri cai kaliwat nraka. Jani tandang laran caine apanga kasakitin olih I Buta Mong muah I Buta Gagaksona makelonne ple­kutus tiban kasengsaran masusupan di alase. Sama­kelon caine di alase paripolah caine apanga cara ma­can galak."
Wenten malih rauh atman anak luh, pajalan­nyane dabdab alon tayungane lempung lembut. Sang Jogor Manik ngandika, "Ih, nyai atman anak luh! Apa jalaran matin nyaine? Dugase enu idup apa geginan nyaine?"
Atmane punika matur, "Inggih Ratu Sang Jogor Ma­nik! Padem titiange sangkaning ngulurin demen..Ti­tiang atman jadma bekung." Sang Jogor Manik kenyem ngandika, "Ih atma, yan nyai dot ngelah pianak, ingong jani maang nyai pianak, melahang jani manyonyoin!" Atmane malih matur, "Ratu Sang Jogor Manik, icen titiang anak alit listuayu warninnyane! Saking sue ti­tiang ngame-ame pianak." Usan punika raris rauh Sang Suratma makta rarene punika tur di gelis kapi­cayang ring atmane. Bijale punika gelis nyanggem nyo­nyonnya i bekung. Wau kawaspadayang kakantenang bijal sane nglanting ngisep nyonyonnyane. I Bekung raris ngatabtab, nemah mamisuh."
Sang Jogor Manik ngandika, "Ih, nyai atman jadma bekung! Jani nyai pulang ingong di kawahe mawaneng atiban. Yan suba buin numitis apang sakitina olih I Buta Rare!"
Wenten malih atma sarat matetegenan. Sang Jogor Manik mataken, "Ih atma, apa awanan cai mati muah ngenken wisayan caine dugase enu idup?" Atmanipune I Buyut gelis matur, "Ratu Betara padem titiange sangkaning labuh ring pangkunge. Titiang mamanah ngalap samblung gumanti pacang wehin ti­tiang banteng sane wau usan anggen titiang matekap.
Geginan titiange wantah mamacul. Sane tandur titiang inggih punika pisang, ubi, kladi, lambon, kacang, ja­gung, labu, biaung, undis, kekara, pantun gaga, lenga, godem miwah jali. Upon-upone punika sane tegen ti­tiang puniki. Titiang nunas mangda Palungguh Betara sueca ngicen titiang suarga genah titiange pacang ma­tetanduran.
Yaning nenten kaicen nunas yadiastu numbas titiang sairing. Titiang sampun makta emas miwah ji­nah pacang angge panebasipun."
Sang Jogor Manik ngandika "Ih, Buyut cai sugih pe­san!" Usan punika kandikayang Sang Suratma ngam­bil emas. Pikayunida pacang mintonin, napike I Buyut wiakti ipun polos nenten madue manah loba? Wau ka­pireng pangandikan Ida Sang Jogor Manik, Sang Su­ratma gelis mamarga ngrereh emas tur gelis mawali makta emas apeti tumuli kaadukang ring padreben I Buvute.
Sang Jogor Manik ngandika, "Buyut, ane encen emase gelah cai?" I Buyut raris ngwaspadayang tumuli di gelis munduhang emas padrebenanipun raris matur, nguningayang mungguing emas padrebeanipune wan­tah puniki sane mapunduh. Sang Jogor Manik malih ngandika, "Ih Buyut, sujati idep caine polos tur pasaja tusing ngelah keneh corah droaka. Ane jani kema cai matulak buin ka mrecapada. Kulawargan caine cacarin pada abedik pagelahan cai­ne. Bresihin padewekan caine! Lautang lantas mayad­nya undang nyama brayane! Upahang gong, angklung, gambang. Ingetang ngupah wayang gedogan,wayang gambuh muah wayang praraton. Ingong sadia mabalih sawireh ento mula manut kecaping tatwa. Aturin pran­da Siwa, Buda muah Senggu ngrajegin yadnyan caine. Aturin para panditane lenan apanga lunga nyaksinin yadnyan caine! Aturin apanga ada ane mamutru, ma­maca Adiparwa sawireh yadnyan caine gede. Ento cirin caine subakti ring dewa, pitra muah ring Sang Hyang Widi. Ingetang ngaturang caru ring Sang Buta Bebe be­nganmunuh. Ento patut baangin caru apanga tusing ngaduk-aduk. Sasubane suud patut ngaturang sesari teken sakancan sang milu muputang yadnyane ento. Asing-asing manusane nyidayang malaksana buka ke­to yan mati manian sinah suarga tepukina. Atmannya­ne kapendak baan widiadara-widiadarine, tur nongos di merune luih."
I Buyut rena manahipune miragi tumuli di gelis ma­pamit pacang mawali ka madiapada. Ida Sang Jogor Manik ledang kayunidane tumuli nglugrain I Buyut mapamit.